Wednesday, August 31, 2016

Optimalisasi Peran Industri dalam Menjaga Ketahanan Pangan Nasional

        

 Kemajuan suatu bangsa sesungguhnya banyak dipengaruhi oleh berbagai macam aspek. Satu yang terpenting dari sekian banyak aspek tersebut yakni kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Keunggulan SDM meliputi keunggulan fisik dan keunggulan ruhaniyah. Keduanya saling berkaitan satu sama lain. Tanpa adanya keunggulan fisik, keunggulan ruhaniyah seorang manusia sulit untuk diwujudkan, begitu pula sebaliknya.
            Keunggulan fisik yang acap kali disejajarkan dengan kesehatan raga bergantung pada makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang. Apabila makanannya baik maka tubuh pun akan merespons kebaikan, apabila makanannya buruk maka respons yang diberikan tubuh pun akan buruk pula.
            Makanan yang baik adalah makanan yang halal, bergizi, dan higienis. Membuat makanan yang demikian tidaklah mudah, apalagi jika makanan tersebut diproduksi dalam jumlah banyak. Sangat dibutuhkan sistem yang kompleks dan terencana untuk mewujudkannya. Masalah ini merupakan kewenangan suatu industri dalam menjalankannya, terutama industri pangan.
Susu prebiotik Yakult merupakan salah satu produk industri pangan
            Industri Pangan merupakan industri yang paling dominan jumlahnya di Indonesia. Menurut ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman, menyatakan bahwa jumlah industri pangan berskala besar di Indonesia terdapat sekitar 6000 unit, sedangkan jumlah industri pangan berskala kecil terdapat sekitar 1,1 juta unit (2014). Hal ini tentu menjadi angin surga bagi ketersediaan dan ketahanan pangan di Indonesia.
            Dengan melihat jumlah industri pangan yang begitu besar, seharusnya kebutuhan pangan di Indonesia sudah sewajarnya dapat terpenuhi. Namun, ternyata krisis akan kebutuhan pangan di Indonesia masih saja terjadi, dan hal ini biasanya terjadi di daerah-daerah terpencil yang letaknya jauh dari pusat kota. Seperti yang terjadi di empat desa, di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Empat desa ini terpaksa menjadikan gadung, umbi beracun, sebagai bahan makanan pokok untuk dikonsumsi sehari-hari. Hal ini terjadi karena kekeringan yang melanda wilayah tersebut sehingga mengakibatkan petani gagal panen.
            Ditinjau dari peranan industri pangan, terdapat dua pertanyaan yang mendasari penyebab hal ini dapat terjadi, yakni apakah konsumsi masyarakat Indonesia yang terlalu berlebihan sehingga stok pangan menipis ataukah sistem distribusi produk pangan yang memang kurang merata mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas. Kedua pertanyaan ini memang perlu dikaji lebih lanjut untuk dapat menjawabnya.
            Demi mengurangi angka kelangkaan pangan di daerah terpencil, pemerintah tidaklah mungkin untuk memperkecil wilayah Indonesia dengan mengeliminasi daerah-daerah terpencil yang mengalami kelangkaan pangan dari wilayah NKRI. Namun, solusi yang bisa dilakukan pemerintah saat ini adalah memperbaiki sistem distribusi yang ada, baik itu segi kebijakan hukum, segi infrastruktur, segi sumber daya, maupun dari berbagai segi lainnya.
            Dengan demikian, dapat dipahami bahwa peran sepak terjang dunia industri dalam menjaga ketahanan pangan di Indonesia sangatlah strategis. Namun, tak dapat dipungkiri hal tersebut tidak akan berjalan secara optimal apabila daya dukung pemerintah terhadap industri pangan sangat lemah. Oleh karena itu, pemerintah dan para pemangku industri pangan harus terus bekerja keras, bekerja cerdas, dan bekerja sama dalam menjaga ketahanan pangan Indonesia demi kemajuan bangsa dan negara kita tercinta.


Referensi: bps.go.id, kemenperin.go.id, desamerdeka.id, youtube.com


Peringatan!!!
Dilarang meng-copy post ini secara illegal, kecuali jika kamu mendapat izin dari penulis, guru atau dengan mencantumkan URL pada blog atau tugasmu.
Hargailah penulis OK!!!